Universitas dr. Soebandi

Ironi Sang Aktivis! Saat Benteng Perlindungan TKI Dijebol Korupsi Immanuel Ebenezer

Immanuel Ebenezer

Immanuel Ebenezer

Di balik jerat OTT KPK, kasus Immanuel Ebenezer membuka ironi pahit: sistem yang dirancang melindungi pahlawan devisa justru menjadi lahan bancakan korupsi dari dalam.

Di atas kertas, proyek itu terdengar mulia: sebuah “Sistem Proteksi Tenaga Kerja Indonesia”. Bayangkan sebuah perisai digital canggih yang memonitor dan melindungi jutaan pahlawan devisa kita di negeri orang. Namun, di ruang-ruang gelap kekuasaan, perisai itu diduga hendak digerogoti bahkan sebelum sempat berdiri tegak.

Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Immanuel Ebenezer, pada pertengahan Juni 2025 lalu, bukan sekadar berita penangkapan seorang pejabat. Ini adalah potret pengkhianatan yang menyakitkan terhadap mereka yang paling rentan. Kasus ini membuka kotak pandora tentang bagaimana sebuah niat baik negara bisa dibajak untuk kepentingan pribadi.

Mari kita bicara lebih lugas. KPK menduga ada aliran dana haram, sebuah “uang pelicin”, dari pihak swasta kepada sang wakil menteri. Tujuannya? Untuk memenangkan tender proyek sistem proteksi tersebut. Sebuah ironi yang tak bisa lebih pahit lagi: benteng yang seharusnya melindungi para pekerja migran dari eksploitasi, justru menjadi objek bancakan korupsi oleh pejabat yang bertanggung jawab atasnya. Ini seperti menugaskan rubah untuk menjaga kandang ayam.

Ini bukan lagi sekadar soal suap-menyuap. Ini adalah tentang mengorbankan keselamatan jutaan warga negara yang berjuang di luar negeri demi mengisi pundi-pundi pribadi. Sistem yang seharusnya menjadi mata dan telinga negara untuk memastikan setiap TKI tidak mengalami kekerasan, penipuan, atau penelantaran, kini proses pengadaannya tercoreng oleh dugaan praktik kotor.

Publik tentu terhenyak, terutama mengingat latar belakang Immanuel Ebenezer. Dikenal sebagai aktivis vokal dan mantan Ketua Umum relawan Jokowi Mania (JoMan), Noel—sapaan akrabnya—membangun citra sebagai sosok yang berada di garis depan perjuangan rakyat. Namun, pusaran kekuasaan tampaknya memiliki gravitasi yang mematikan. Jerat OTT KPK seolah menjadi pengingat keras bahwa jubah aktivisme bisa luntur seketika di hadapan kilau proyek dan jabatan.

Kini, kasus ini terus bergulir di gedung merah putih KPK. Namun, dampak sesungguhnya jauh melampaui nasib seorang Immanuel Ebenezer. Ini adalah luka bagi kepercayaan publik dan alarm keras bagi pemerintah. Bagaimana kita bisa memastikan setiap proyek yang mengatasnamakan perlindungan rakyat benar-benar bersih dan tidak menjadi lahan korupsi baru?

Kasus ini harus menjadi momentum untuk mengaudit ulang seluruh proyek vital yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Sebab, musuh terbesar para pahlawan devisa kita mungkin bukanlah majikan yang kejam di luar sana, melainkan pejabat korup di dalam negeri sendiri.

Exit mobile version