Universitas dr. Soebandi

Hantu Mbappé dan Dilema Emas Donnarumma di Gerbang Paris

Donnarumma

Donnarumma

Terbayang trauma kasus Mbappé, PSG menghadapi dilema kontrak Gianluigi Donnarumma. Les Parisiens kini harus memilih antara menjual sang kiper atau kembali kehilangan bintang secara gratis di musim panas.

Di koridor mewah markas Paris Saint-Germain, berembus angin dingin yang tak ada hubungannya dengan cuaca. Itu adalah hantu dari masa lalu, hantu bernama Kylian Mbappé. Trauma kehilangan aset paling berharga secara gratis ternyata meninggalkan luka yang lebih dalam dari yang terlihat, dan kini, bayang-bayang itu jatuh tepat di atas kepala tegak Gianluigi Donnarumma.

Kabar bahwa PSG membuka pintu untuk menjual kiper utama mereka bukanlah sekadar manuver bisnis transfer biasa. Ini adalah sebuah pernyataan—sebuah reaksi psikologis dari klub yang pernah lumpuh karena negosiasi alot. Kasus Donnarumma adalah cermin retak dari saga Mbappé. Kontraknya akan berakhir pada 2026, dan dengan belum adanya tanda tangan di atas kertas perpanjangan, alarm di kantor Nasser Al-Khelaifi berbunyi nyaring.

Paradoksnya begitu ironis. PSG mendapatkan Donnarumma secara gratis dari AC Milan, sebuah kudeta transfer yang dirayakan besar-besaran. Mereka membajak kapten dan pahlawan San Siro. Kini, tiga tahun berselang, mereka justru panik menghadapi kemungkinan taktik yang sama digunakan untuk merebut kiper nomor satu Italia itu dari genggaman mereka. Roda nasib dalam sepak bola modern berputar begitu cepat.

Les Parisiens sedang berada di persimpangan jalan strategis. Di satu sisi, ada Donnarumma, pahlawan Italia di Euro 2020, seorang penjaga gawang dengan refleks kelas dunia yang pada hari terbaiknya adalah tembok tak tertembus. Melepasnya berarti melepas pilar penting di bawah mistar gawang.

Namun di sisi lain, ada pelajaran pahit. Membiarkan negosiasi berlarut-larut dengan pemain bintang yang memasuki dua tahun sisa kontraknya adalah sebuah pertaruhan yang pernah membuat mereka kehilangan segalanya. Opsi menjualnya sekarang, kendati menyakitkan, adalah langkah pragmatis untuk mengamankan dana segar—dilaporkan mencapai €60 juta—ketimbang kembali merasakan pedihnya kehilangan aset miliaran rupiah secara cuma-cuma.

Minat dari klub seperti Chelsea hanya menambah tekanan. Mereka bukan sekadar peminat, tapi pengingat nyata bahwa Donnarumma adalah komoditas panas yang punya daya tawar kuat.

Pada akhirnya, ini bukan lagi sekadar soal menjual atau mempertahankan seorang pemain. Ini adalah tentang bagaimana PSG mendefinisikan ulang kekuatan mereka di era pasca-Mbappé. Apakah mereka akan menjadi klub yang memegang kendali atas asetnya, atau selamanya menjadi panggung glamor di mana para bintang datang dan pergi sesuka hati? Keputusan atas masa depan Gianluigi Donnarumma akan menjadi jawabannya. Musim panas di Paris kali ini terasa jauh lebih panas dari biasanya.

Exit mobile version