Musik yang mengalun di kafe atau pusat bisnis telah menjadi bagian tak terpisahkan dari pengalaman pelanggan. Namun, di balik alunan merdu tersebut, terdapat sebuah kewajiban hukum yang sering menjadi perdebatan, yaitu pembayaran Royalti Musik. Banyak pengusaha khawatir kewajiban ini akan memberatkan, namun Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) menegaskan bahwa aturan ini dirancang untuk keadilan tanpa membuat bisnis bangkrut.
Landasan Hukum dan Peran Sentral LMKN
Kewajiban pembayaran royalti musik bagi usaha komersial bukanlah aturan yang dibuat tanpa dasar. Hal ini diamanatkan secara tegas dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Berdasarkan mandat dari pemerintah, LMKN menjadi satu-satunya lembaga resmi yang bertugas untuk menarik, mengelola, dan mendistribusikan royalti kepada para pencipta lagu, pelaku pertunjukan, dan produser fonogram. Langkah ini memastikan bahwa para kreator di industri musik mendapatkan hak ekonomi mereka secara adil. Ketika sebuah kafe memutar lagu untuk menarik pengunjung, mereka secara tidak langsung telah menggunakan karya cipta tersebut untuk keuntungan komersial, sehingga apresiasi dalam bentuk royalti menjadi sebuah keharusan hukum.
Skema Pembayaran yang Diklaim Terjangkau
Kekhawatiran utama para pelaku usaha adalah besaran biaya royalti yang dianggap dapat mengganggu stabilitas keuangan. Menanggapi hal ini, pihak LMKN, melalui komisionernya, Dharma Oratmangun, menjelaskan bahwa skema perhitungannya telah dirancang agar tidak memberatkan. Tarif royalti tidak dipukul rata, melainkan disesuaikan dengan skala bisnis dan kemampuan ekonomi di setiap daerah. Faktor penentunya antara lain adalah jumlah kursi di sebuah kafe atau restoran serta upah minimum regional (UMR) yang berlaku. Dengan sistem ini, LMKN menjamin bahwa pembayaran royalti musik tidak akan menjadi penyebab kebangkrutan usaha, melainkan sebuah kontribusi yang wajar dan terukur.
Mendukung Ekosistem Kreatif Jangka Panjang
Pada akhirnya, pembayaran royalti musik harus dilihat sebagai bentuk dukungan dan apresiasi terhadap ekosistem kreatif. Setiap rupiah yang dibayarkan akan kembali kepada para seniman yang karyanya telah membantu menciptakan suasana nyaman dan menarik di ruang-ruang usaha. Dengan terpenuhinya hak ekonomi para musisi, mereka akan semakin terdorong untuk terus berkarya dan menghasilkan musik-musik berkualitas baru. Siklus positif ini tidak hanya menguntungkan para kreator, tetapi juga para pelaku usaha itu sendiri yang akan terus memiliki akses ke beragam karya baru untuk memajukan bisnis mereka. Dengan demikian, kewajiban ini merupakan investasi jangka panjang untuk keberlangsungan industri musik dan bisnis secara berdampingan.