Sentilan keras dari Prabowo Subianto soal penertiban tambang ilegal membuat DPR bergerak cepat. Akankah rapat dengan Kapolri dan Jaksa Agung menjadi awal perang nyata atau sekadar panggung politik?

Sebuah “sentilan” keras dari menara kekuasaan ternyata bisa menciptakan gelombang kejut hingga ke Senayan. Setelah Presiden terpilih Prabowo Subianto menyoroti masifnya kerugian negara akibat aktivitas tambang ilegal, Komisi III DPR RI seolah tersengat. Mereka kini bergerak cepat, merencanakan rapat akbar dengan para jenderal penegak hukum untuk membahas agenda yang sudah lama menjadi borok bangsa: penertiban tambang ilegal.

Sinyal ini ditangkap publik dengan napas tertahan. Pertanyaannya bukan lagi “apakah” akan ada tindakan, melainkan “seperti apa” tindakan itu nantinya. Apakah ini genderang perang sesungguhnya terhadap para mafia dan cukong yang selama ini kebal hukum, atau sekadar panggung politik untuk menunjukkan keselarasan dengan rezim baru?

Ketua Komisi III DPR, Bambang Wuryanto atau yang akrab disapa Bambang Pacul, mengonfirmasi langsung rencana tersebut. “Tentu (akan dirapatkan), itu pasti,” ujarnya singkat namun sarat makna. Pernyataan ini menjadi penanda bahwa alarm dari Prabowo didengar nyaring di telinga para legislator.

Rencananya, Komisi III akan memanggil langsung dua tokoh sentral dalam penegakan hukum: Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan Jaksa Agung ST Burhanuddin. Agenda utamanya adalah menyamakan frekuensi dan merumuskan strategi jitu untuk memberantas praktik haram yang tak hanya mengeruk kekayaan alam secara brutal, tetapi juga merampok pendapatan negara triliunan rupiah setiap tahunnya.

Kerakusan yang Merusak Bangsa

Masalah tambang ilegal adalah cerita lama dengan luka yang terus menganga. Di Kalimantan, Sulawesi, hingga Sumatera, alat-alat berat menderu siang dan malam di luar konsesi resmi, meninggalkan lubang-lubang raksasa, pencemaran merkuri, dan konflik sosial.

Kekayaan yang seharusnya masuk ke kas negara untuk pembangunan justru lari ke kantong-kantong pribadi segelintir orang. Prabowo, dalam pidatonya, menyentuh saraf paling sensitif dari persoalan ini: kebocoran ekonomi yang masif di tengah kebutuhan anggaran negara yang terus membengkak.

Kini, bola panas ada di tangan DPR dan aparat penegak hukum. Rapat yang akan datang bukan sekadar pertemuan rutin. Ia akan menjadi ujian keseriusan pertama bagi parlemen dalam merespons visi pemerintahan baru. Publik akan menagih bukti, bukan lagi janji. Mereka ingin melihat alat berat disita, para beking ditangkap, dan aliran dana haram dibekukan.

Jika rapat ini hanya berakhir dengan kesimpulan normatif tanpa eksekusi lapangan yang tegas dan berkelanjutan, maka sinyal “perang” yang dikirim DPR hari ini hanya akan menjadi gema kosong di panggung politik. Namun, jika sebaliknya, ini bisa menjadi awal dari sebuah babak baru penegakan hukum lingkungan dan ekonomi di Indonesia. Kita tunggu saja.