Tuntutan mati bagi penembak 3 polisi bukan sekadar soal hukum. Ini adalah drama institusional di mana seragam diadili oleh seragam, mempertaruhkan marwah TNI dan Polri.

Ruang sidang Pengadilan Militer I-04 Bandar Lampung terasa lebih berat dari biasanya. Di kursi pesakitan duduk Kopral Dua Bazar, seorang prajurit TNI. Namun, yang diadili hari ini sejatinya lebih dari sekadar perbuatan satu orang. Yang dipertaruhkan adalah marwah dua institusi pilar negara, TNI dan Polri, yang tercoreng oleh darah anggotanya sendiri.

Ketika oditur militer dengan suara tegas menuntut hukuman mati bagi Kopda Bazar, sang penembak 3 polisi, itu bukan sekadar puncak dari sebuah proses hukum. Itu adalah sebuah pesan yang dikirim dengan kekuatan penuh. Sebuah sinyal keras dari internal TNI bahwa tidak ada toleransi sekecil apa pun bagi prajurit yang mengarahkan senjatanya kepada aparat negara lain. Ini adalah sebuah upaya untuk membasuh luka institusional dengan tuntutan paling maksimal.

Kasus ini, sejak awal, memang bukan kriminal biasa. Ini adalah sebuah anomali tragis di mana alat negara yang seharusnya bersinergi justru saling melukai. Peristiwa penembakan yang dilakukan Kopda Bazar di Lampung Tengah bukan hanya merenggut nyawa, tetapi juga merobek tenun kepercayaan antara dua korps berseragam yang setiap hari seharusnya bahu-membahu di lapangan.

Karena itu, proses peradilan militer ini menjadi sebuah panggung yang disorot tajam. Tuntutan mati yang diajukan oleh oditur militer bisa dibaca sebagai sebuah strategi “pembersihan internal” yang radikal. TNI seolah ingin menunjukkan kepada publik, dan terutama kepada institusi Polri, bahwa mereka menangani “duri dalam daging” mereka dengan cara yang paling tegas. Tidak ada kesan melindungi, tidak ada celah untuk tudingan impunitas.

Di balik seragam hijau yang mengadili seragam hijau atas tewasnya korban berseragam cokelat, ada sebuah dinamika yang kompleks. Ini adalah tentang memulihkan kehormatan, meredam potensi gesekan yang lebih luas di tingkat akar rumput, dan menegaskan kembali garis komando serta disiplin prajurit. Hukuman bagi Kopda Bazar, sang penembak 3 polisi, harus menjadi benteng psikologis agar peristiwa serupa tak pernah terulang.

Pada akhirnya, apa pun vonis yang akan dijatuhkan hakim militer nanti, kasus ini akan menjadi preseden penting. Ia adalah cermin dari bagaimana negara, melalui sistem peradilan militernya, mengelola konflik internal antar-aparatnya. Nasib Kopda Bazar kini berada di ujung palu hakim, namun dampak dari putusannya akan bergema jauh di luar tembok pengadilan, menentukan detak relasi dan kepercayaan antara TNI dan Polri di masa depan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *