Manuver senyap di puncak militer menempatkan Muhammad Saleh Mustafa sebagai Wakasad. Sebuah analisis tentang pergeseran strategis sang jenderal tempur dari Kostrad ke jantung komando Angkatan Darat.

Papan catur strategis di tubuh Tentara Nasional Indonesia (TNI) kembali bergerak. Dalam sebuah manuver yang senyap namun sarat makna, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto menempatkan salah satu bidak terbaiknya, Letnan Jenderal Muhammad Saleh Mustafa, ke posisi vital sebagai Wakil Kepala Staf Angkatan Darat (Wakasad).

Penunjukan ini bukan sekadar rotasi biasa. Ini adalah sinyal kuat tentang arah baru dan konsolidasi kekuatan di internal matra darat.

Resmi berdasarkan Surat Keputusan Panglima TNI Nomor Kep/1414/VII/2024 tertanggal 24 Juli 2024, Saleh Mustafa meninggalkan jabatannya sebagai Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad)—sebuah posisi yang sering disebut sebagai “panglima tempur” paling bergengsi di Indonesia. Ia kini mengisi pos yang ditinggalkan oleh Jenderal Tandyo Budi Revita, yang mendapat tugas baru memimpin benteng siber negara, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).

Langkah menempatkan seorang Pangkostrad menjadi Wakasad adalah sebuah penegasan. Saleh Mustafa, seorang jenderal dengan rekam jejak lapangan yang tak perlu diragukan, kini ditarik ke jantung Markas Besar Angkatan Darat (Mabesad). Ia bukan lagi hanya merancang strategi di medan laga, tetapi akan menjadi “chief operating officer” yang mengurus mesin raksasa Angkatan Darat sehari-hari, mulai dari pembinaan personel, logistik, hingga modernisasi alutsista.

Siapakah Muhammad Saleh Mustafa? Lulusan Akademi Militer tahun 1991 ini adalah prajurit yang ditempa langsung di kawah candradimuka Komando Pasukan Khusus (Kopassus). DNA pasukan elite melekat kuat dalam kepemimpinannya. Pengalamannya lengkap, dari palagan operasi di Aceh dan Papua, hingga menduduki jabatan-jabatan kunci seperti Kepala Staf Kodam (Kasdam) Jaya dan Panglima Kodam (Pangdam) XVII/Cenderawasih.

Sebelum memimpin Kostrad, ia juga menjabat sebagai Kepala Staf Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kaskogabwilhan) II. CV-nya mentereng, menunjukkan perpaduan antara pengalaman tempur, teritorial, dan komando gabungan.

Penunjukan ini melahirkan beberapa pertanyaan strategis. Pertama, pergeseran Saleh Mustafa dari Kostrad menyisakan satu “kursi panas” yang kini kosong. Siapa jenderal berikutnya yang akan dipercaya memimpin pasukan pemukul utama TNI AD ini? Kedua, duet Kasad Jenderal Maruli Simanjuntak dengan Wakasad Muhammad Saleh Mustafa—keduanya berlatar belakang infanteri dan punya pengalaman tempur yang kaya—menciptakan poros kepemimpinan yang solid di Angkatan Darat.

Langkah Panglima TNI Agus Subiyanto ini, yang juga menjadi bagian dari mutasi dan promosi 125 perwira tinggi lainnya, bisa dibaca sebagai upaya regenerasi sekaligus penempatan “the right man in the right place” untuk menghadapi tantangan zaman yang semakin kompleks. Dengan menempatkan seorang jenderal petarung seperti Muhammad Saleh Mustafa di ruang mesin Mabesad, TNI AD seolah mengirim pesan: kami siap berlari lebih kencang.