Saatnya membangkitkan kembali koperasi desa, raksasa ekonomi yang tertidur. Bukan sekadar nostalgia, tapi solusi nyata untuk krisis pangan dan rantai pasok di era modern saat ini.

Di tengah hiruk pikuk berita kenaikan harga pangan dan rantai pasok yang rapuh, kita seringkali mencari solusi di tempat yang salah. Kita melirik kebijakan impor yang rumit atau aplikasi canggih yang didanai modal ventura. Padahal, sebuah raksasa ekonomi sedang tertidur di halaman belakang kita sendiri, di jantung pedesaan Indonesia. Namanya koperasi desa.

Mendengar kata itu, sebagian dari kita mungkin terlempar ke dalam lorong waktu, membayangkan papan tulis kapur dan pembukuan manual di era Orde Baru. Hapus citra usang itu dari benak Anda. Kini, membicarakan koperasi desa bukan lagi soal nostalgia, melainkan soal strategi bertahan hidup dan merebut kembali kedaulatan ekonomi dari tangan-tangan besar.

Selama ini, petani adalah aktor tragis dalam drama pangan nasional. Mereka menanam, merawat, dan memanen, namun seringkali tak punya kuasa atas harga jual produknya sendiri. Rantai distribusi yang panjang dan dikuasai oleh segelintir pemain besar memotong keuntungan mereka hingga tipis, sementara konsumen di kota menjerit karena harga yang melambung. Ini adalah sebuah ironi yang menyakitkan dan tidak efisien. Di sinilah koperasi desa seharusnya masuk bukan sebagai pemain figuran, melainkan sebagai sutradara.

Bayangkan sebuah skenario ideal yang didukung teknologi modern: Koperasi desa tidak lagi hanya menjadi tempat petani menjual hasil panen dengan harga seadanya. Ia bertransformasi menjadi hub agrikultur. Di sini, hasil panen dikumpulkan, disortir dengan standar kualitas yang jelas, bahkan diolah menjadi produk setengah jadi untuk meningkatkan nilai jual. Dengan kekuatan kolektif, mereka memiliki volume yang cukup untuk bernegosiasi langsung dengan industri besar atau bahkan pasar modern di perkotaan, memotong jalur tengkulak yang selama ini berpesta pora.

Lebih dari itu, dengan aplikasi digital sederhana, koperasi desa bisa memetakan permintaan langsung dari konsumen atau komunitas di kota. Sistem pre-order untuk sayuran segar? Pengiriman beras organik langsung dari sawah ke apartemen? Itu bukan lagi fiksi ilmiah. Ini adalah model bisnis yang memotong biaya distribusi secara drastis, memastikan harga yang adil bagi petani dan harga yang lebih murah bagi konsumen.

Membangkitkan raksasa tidur ini memang tidak mudah. Diperlukan suntikan modal, pendampingan manajemen modern, dan adopsi teknologi yang tepat guna. Namun, potensinya terlalu besar untuk diabaikan. Ini bukan sekadar membangun kembali sebuah badan usaha, tetapi membangun kembali fondasi ekonomi dari akar rumput. Di saat ketidakpastian global mengancam pasokan pangan kita, memiliki ribuan koperasi desa yang kuat dan mandiri adalah jaring pengaman terbaik yang bisa dimiliki bangsa ini. Inilah saatnya berhenti memandangnya sebagai peninggalan masa lalu dan mulai melihatnya sebagai senjata masa depan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *